Bekam (Arab: الحجامة; al-hijamah) adalah metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah statis (kental) yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia. Berbekam dengan cara melakukan pemvakuman di kulit
dan pengeluaran darah darinya. Pengertian ini mencakup dua mekanisme
pokok dari bekam, yaitu proses pemvakuman kulit kemudian dilanjutkan
dengan pengeluaran darah dari kulit yang telah divakum sebelumnya.
SEJARAH
Bekam sudah dikenal sejak zaman dulu, yaitu kerajaan Sumeria, kemudian terus berkembang sampai Babilonia, Mesir kuno, Saba, dan Persia. Pada zaman Nabi Muhammad, dia menggunakan tanduk kerbau atau sapi, tulang unta, gading gajah.
Pada zaman China kuno mereka menyebut hijamah sebagai “perawatan
tanduk” karena tanduk menggantikan kaca. Pada kurun abad ke-18 (abad
ke-13 Hijriyah), orang-orang di Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk hijamah. Pada satu masa, 40 juta lintah diimpor ke negara Perancis
untuk tujuan itu. Lintah-lintah itu dilaparkan tanpa diberi makan. Jadi
bila ditempelkan pada tubuh manusia yang sakit, dia akan terus
menghisap darah tadi dengan efektif. Setelah kenyang, lintah tersebut
tidak berupaya lagi untuk bergerak, lantas jatuh dan mengakhiri
penghisapannya.
Seorang herbalis Ge Hong (281-341 M) dalam bukunya A Handbook of Prescriptions for Emergencies menggunakan tanduk hewan untuk membekam/mengeluarkan bisul yang disebut tehnik “jiaofa”, sedangkan pada masa Dinasti Tang,
bekam dipakai untuk mengobati TBC paru-paru. Pada kurun abad ke-18
(abad ke-13 Hijriyah), orang-orang di Eropa menggunakan lintah (al ‘alaq) sebagai alat untuk bekam dan dikenal dengan istilah leech therapy, praktik seperti ini masih dilakukan sampai dengan sekarang.
Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah
pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu
alat yang praktis dan efektif. Disebutkan oleh Curtis N, J (2005),
dalam artikel Management of Urinary tract Infections: historical
perspective and current strategies: Part 1-before antibiotics. Journal
of Urology. 173(1):21-26, January 2005. Bahwa catatan kedokteran tertua Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 SM di Mesir kuno menyebutkan masalah bekam.[1]
Hippocrates (460-377 SM), Celsus (53 SM-7 M), Aulus Cornelius Galen
(200-300 M) mempopulerkan cara pembuangan secara langsung dari pembuluh
darah untuk pengobatan di zamannya. Dalam melakukan tehnik pengobatan
tersebut, jumlah darah yang keluar cukup banyak, sehingga tidak jarang
pasien pingsan. Cara ini juga sering digunakan oleh orang Romawi, Yunani, Byzantium dan Itali oleh para rahib yang meyakini akan keberhasilan dan khasiatnya.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Tidak ada catatan resmi mengenai kapan metode ini masuk ke Indonesia, diduga kuat pengobatan ini masuk seiring dengan masuknya para pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama Islam.
Metode ini dulu banyak dipraktikkan oleh para kyai dan santri yang mempelajarinya dari "kitab kuning” dengan tehnik yang sangat sederhana yakni menggunakan api
dari kain/kapas/kertas yang dibakar untuk kemudian ditutup secepatnya
dengan gelas (botol). Waktu itu banyak dimanfaatkan untuk mengobati
keluhan sakit/pegal-pegal di badan, dan sakit kepala atau yang dikenal
dengan istilah “masuk angin”.
Tren pengobatan ini kembali berkembang pesat di Indonesia sejak tahun
90-an terutama dibawa oleh para mahasiswa/pekerja Indonesia yang pernah
belajar di Malaysia, India dan Timur Tengah.
Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang
higienis, praktis dan efektif.
BEKAM DALAM ISLAM
Keutamaan dan manfaat bekam
Menurut keyakinan umat Muslim, bekam adalah salah satu pengobatan yang paling ideal bagi mereka,[2] dan terbaik[3] bagi umat Nabi Muhammad, kemudian di dalam berbekam terkandung kesembuhan[4][5][6][7][8][9] dan terdapat kebaikan.[10]Berbekam sangat pula diyakini oleh umat Muslim dapat meringankan otot yang kaku dan mempertajam pandangan mata orang yang di bekam.[11][12][13] Berbekam itu diyakini pula menjadi penetral ketegangan emosi seseorang,[14] kemudian perintah berbekam sendiri menurut kisah dari Abdullah bin Mas'ud adalah anjuran dari para malaikat ketika Muhammad sedang Mi'raj ke Sidrat al-Muntaha.[15][16][17][18]
Waktu ideal berbekam
Waktu yang paling ideal untuk melakukan hijamah adalah sebagai berikut:- Siklus jam: rentang ± 3 jam sesudah makan,
- Siklus harian: antara jam 8.00–10.00 atau jam 13.00–15.00,
- Siklus mingguan: Senin, Selasa dan Kamis,[19]
- Siklus bulanan: tanggal 17, 19, 21 dari bulan Qomariyah,[20]
- Siklus tahunan: bulan Sya’ban.
Termuat di dalam atsar bahwa berbekam yang dilaksanakan pada waktu perut kosong, rentang waktu kurang lebih 3 jam sesudah makan, merupakan pengobatan, pada waktu perut kenyang merupakan penyakit.
Pengarang Al-Qanun, Ibnu Sina berkata: "Dianjurkan untuk tidak berbekam pada awal bulan, karena darah belum bergerak dan bergejolak. Juga tidak di akhir bulan karena darah telah berkurang. Melainkan pada pertengahan bulan di mana darah benar-benar telah bergejolak dan banyak karena banyaknya sinar rembulan".
0 comments:
Post a Comment